Logo
images

MAKNA BARU FRASA KETUNDUKAN ISTRI DI ERA POSTMODERN. ANALISIS KESETARAAN GENDER

PELANGIINDONESIA.ID - Paulus memberikan nasihat terkait kewajiban dan juknis (aturan) dalam hubungan suami dengan istri dan sebaliknya. Anjuran Paulus dalam ayat 21 yaitu saling merendahkan diri, merendahkan hati, saling menanggung beban, tidak meninggikan diri di atas orang lain, juga tidak saling ingin menguasai. Ketundukan istri terhadap suami didasarkan pada konteks budaya helenis-Yahudi. Rendah hati berkaitan dengan sikap siap menjalankan tugas sebagai istri. Bukti kesungguhan istri yaitu ketaatan kepada suami. Paulus menganalogikan ketaatan istri antara gereja/jemaat dengan Kristus. Ketundukan istri termasuk menghormati dan menaati suami didasarkan atas kasih sehingga tidak berpotensi melawan. Intinya ketundukkan itu wajib tunduk.

Alasan mengapa kaum istri harus tunduk kepada suami dikarenakan suami adalah kepala istri. Kiasan “kepala tubuh” jasmani manusia menjadi tempat dari berbagai alasan, hikmat, dan pengetahuan, serta sumber dari segala macam pengertian dan gerakan. Melalui penciptaan, Allah telah menganugerahkan keunggulan dan hak untuk mengatur dan menguasai, dan di dalam hukum hubungan dengan sesama yang mula-mula dikatakan bahwa, engkau akan berahi kepada suamimu dan ia akan berkuasa atasmu. Ketidaknyamanan apa pun yang timbul akibat hukum ini merupakan akibat dari dosa yang masuk ke dalam dunia ini. Dalam teks ayat 25, kewajiban suami adalah mengasihi istri sebab mengasihi menunjukkan keunggulan suami. Hal ini dilakukan karena akan mempengaruhi kewajiban-kewajiban lainnya dalam hubungan suami-istri, sebab perasaan kasih tersebut memang sangat khusus dan istimewa yang dikehendaki bagi sang istri.

Rekomendasi hermeneutik modern

Kontek modern didominasi oleh paham emansipasi dan kompetensi sehingga perlawanan istri kepada suami diizinan tetapi jangan hilangkan otoritasnya. Kasus: jika ada istri yang memiliki kemampuan lebih semestinya suami senang karena ada penghasilan. Hermeneutik modern umumnya didasarkan pada asumsi bahwa ketundukan berlaku pada otoritas suami yang secara legal formal sebagai kepala keluarga. Teori-teori modern menghormati kebebasan seseorang termasuk wanita, istri untuk “bermanuver” melebihi kemampuan suami atau laki-laki dengan alasan demokrasi dan kompetensi. Dalam masyarakat sipil tidak membedakan laki-laki maupun  perempuan  tanpa adanya pengecualian. Dalam  sistem politik selama ini, kebijakan  berlaku  menempatkan  perempuan hanya sebagai second person.(Very Wahyudi, 2018) Ketimpangan peran sosial berdasarkan gender masih saja tetap dipertahankan dengan dalih doktrin agama. Agama dilibatkan untuk melestarikan kondisi, di mana kaum perempuan tidak menganggap dirinya sejajar dengan laki-laki.(Fajrul Islam Ats-Tsauri, 2020) Dalam konteks masa kini, perebutan kekuasaan dalam rumah tangga sering berakhir percekcokan. Semakin kompleks peran kuasa dari pasangan nikah, maka semakin berkuasa anggota pernikahan dalam mendapatkan kekuasaan.

Humanisme modern

Manakah yang memiliki kapasitas terkait kasus di Efesus. Alkitab tidak berkata sendiri. Alkitab perlu dikaji secara heremnetik sehingga endapatkan pemahaman sesuai teks dan konteks. Pemahaman manusia terhadap teks Alkitab ialah pemahaman sebagai manusia dan bukan mewakili pikiran Tuhan. Menurut Paulus akan datang waktunya orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng. Bayangan traumacis tersebut (pengalaman deskriminasi terhadap kaum perempuan) bukan hanya dialami oleh kaum perempuan secara umum, bahkan dalam gerejapun hal yang sama terjadi. Dalam beberapa sinode gereja, kaum perempuan cidak diizinkan untuk menjadi pendeta, penatua ataupun jabatan kepemimpinan lainnya dalam jemaat. (Chandra Gunawan, 2013)

Dalam hal ini aroma “Humanity” tinggi sekali orang mengaku  rohani  dan lahir baru tak punya humanity  bahkan terkesan ateis perilakunya. Kemungkinan mereka menulis hal-hal berdasaran pendapat pribadi mereka yang dipengaruhi faktor politik budaya, khususnya dalam Perjanjian Lama. Cara berpikir yang dipengaruhi oleh sekularisme, yang memisahkan antara urusan agama dengan dunia yang kemudian membawa kita memahami bahwa Firman Tuhan itu mesti yang terpisah dari urusan duniawi.  Kita harus membiarkan Firman Tuhan mengkonfrontasi serta mengusik rasa aman kita, mengurangi rasa puas diri kita dan menggulingkan pola kita berpikir dan berperilaku. Semua yang tertulis dalam Alkitab, diilhami oleh Allah dan berguna untuk mengajarkan yang benar, untuk menegur dan membetulkan yang salah, dan untuk mengajar manusia supaya hidup menurut kemauan Allah. Kekristenan bukan hanya tentang apa yang kita percayai melainkan juga tentang bagaimana kita berperilaku.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian dalam artikel ini yaitu meneliti data dengan pendekatan deskriptif-kualitatif, yang menekankan pada penjelasan berdasarkan fenomena yang ada. Sumber data yang digunakan adalah Alkitab berbahasa Yunani, Inggris dan Indonesia. Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini dilakukan beberapa langkah. Pertama, data dikumpulkan dengan mencari data pendukung terkait tema melalui referensi yang tersedia selanjutnya peneliti menganalisis dari sudut pandang hermeneutika untuk mengetahui posisi kaum perempuan dalam tulisan Paulus. Narasi interpretasi, baik secara budaya, sosial    maupun    hermeneutik    Alkitabiah dianalisis selanjutnya disusun kesimpulan sekaligus    rekomendasi berteologi dalam konteks gender diera postmodernisme.

PEMBAHASAN

Kesetaraan gender dan Emansipasi

Zaman sekarang, wanita lebih banyak penghasilan dibanding pria sehingga ingin mengambil alih kekuasaan. Banyak suami istri bekerja tetapi jarang diributkan. Ada suami istri yang selalu bertengkar karena suami ngotot istri tidak boleh kerja. Suami ijinkan istri bekerja supaya mendapatkan penghasilan. Kesetaraan   Gender   dalam   Undang-Undang    Nomor    13    Tahun    2008 Tentang KetenagakerjaanKesetaraan gender termuat Kesempatan  dan  perlakuan  yang sama,  Pasal  5  yang  berbunyi:  “Setiap tenaga  kerja  memiliki  kesempatan  yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh Pekerjaan”(Prihatin Effendi, 2018) Upaya ke arah gender equality telah dimulai di Indonesia sejak tahun 1983 yang dinarasikan dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang  menegaskan  bahwa  perempuan  mempunyai  hak,  kewajiban  dan  ke-sempatan yang sama dengan laki-laki untuk ikut serta dalam segala kegiatan pembangunan.(Nurus Shalihin, 2019) Gambaran perempuan ideal di mata laki-laki dapat temukan dalam diri Ester. Ia sepenuhnya tunduk pada apapun perintah raja, pamannya, maupun pengasuhnya di istana. Ester tidak berfungsi sebagai wanita yang memiliki otorisasi. Alasan istri ngotot kerja karena aktualisasi diri dan membantu ekonomi keluarga. Golongan injili masih kuat dengan hermeneutik patriarki yang notabene semua itu masih dalam suasana kolonialisme. Termasuk dari golongan injili pentakosta. Walau sudah banyak yang berkembang dengan teologi feminismenya. Ada pandangan istri yang mengatakan bahwa sekalipun suami berkulit hitam, gendut, jelek namun bagi istri suaminya adalah seorang yang mengayomi, dirindukan, sandaran hati dan teman sehidup semati.

Dalam konteks kultur Indonesia, istri itu harus dirumah mengurus rumah tangga, suami yang boleh bebas, cari nafkah di luar. Perlu langkah merekontruksi doktrin agama terkait isu feminis bahwa perempuan pertama (Hawa) diciptakan dari tulang rusuk laki-laki (Adam). Jika rekontruksi penafsiran tidak dilakukan, maka muncul stereotif terhadap perempuan bahwa perempuan itu makhluk kedua, sistem hirarki antara laki-laki dan perempuan dengan cara melakukan pendekatan yang berbeda terhadap teks-teks agama (Hanafi, 2016)  Aktualisasi diri sebagai seorang wanita, yang punya pendidikan sering diabaikan dan akhirnya bakat yang besar dari seorang istri tenggelam. Dapat dikatakan bahwa tingkat keegoisan suami dan istri masih dominan. Padahal komitmen awal sebelum menikah bahwa menikah bukan sekedar untuk dapat penghasilan. Sebagian  besar  masyarakat  menganggap  dan  memposisikan  perempuan  sebagai makhluk  inferior  terutama  di  sektor  domestik.  Istri  dituntut  untuk  selalu  taat dalam kehidupan rumah tangganya. Pemahaman ini didasarkan adanya hadis nabi yang  berbicara  tentang  ketundukan  istri  pada  suami.  Dalam  tatanan  kehidupan modern   saat   ini,   pemahaman   ini   dikretisi   oleh   golongan   feminis   yang menginginkan  adanya  kesetaraan(Reni Kumalasari, 2020)

Disisi lain, jika tujuannya ingin mendapat penghasilan lebih maka berkarir lebih baik dan tidak perlu berumah tangga. Persoalan menikah adalah komunikasi, saling berbicara dan saling mendengarkan. Hal yang esensial dalam berkeluarga meliputi kerja, cari duit, sex, pemenuhan Janji Tuhan, beranak cucu. Alasan suami melarang istri bekerja kemungkinan karena kebutuhan sudah cukup/harta bahkan melimpah. Alasan klasik biasanya berangkat dari anjuran Paulus yang menganggap bahwa wujud mencintai istrinya adalah membuat istrinya nyaman diam di rumah saja, tidak usah kerja.  Jika suami memaksa diri untuk semakin lama bekerja di luar rumah, maka pekerjaan rumah tangga akan terabaikan atau kadang-kadang ditangani sendiri oleh istri. Sebaliknya, jika istri juga lebih senang bekerja di luar rumah, maka pekerjaan rumah tangga menjadi terbengkalai.(Anita Rahmawaty, 2015) Kemajuan pendidikan di perkotaan karena imlementasi kebebasan peran perempuan yang diberi ruang yang besar ketimbang di pedesaan yang sarat dengan budaya serta anjuran agama yang tidak menempatkan kaum perempuan setara dengan peran laki-laki(Dewi Ratna sari, Sulistyorini, 2019)

Dizaman millennium ini tidak semua perempuan menyukai otoritas yang pasif. Kebanyan perempuan sudah cukup maju dari berbagai bidang yang mengugguli kopetensi pria. interpretasi hak dan kewajiban istri menurut  Serat  Candrarini  sebagai nilai  asli  budaya  Nusantara telah  eksis  dan terbukti  berhasil  mewujudkan  tatanan  keluarga bahagia  sejahtera  dan  seimbang,baik  pada  dimensi  lahir  maupun  batin bersendikan  pada  beberapa  prinsip  pribadi istri  dalam  keluarga,  antara  lainmeliputu; merawat  diri,  mempertahankan  rumah tangga,  pemaaf  dan  setia,  ikhlas,  berbicara  manis, rendah  hati,  merasa  memiliki, berhias tubuh, berbakti pada mertua, pendidik dalam keluarga. (Teguh Setyobudi, 2019) Tetapi ada juga sebagian perempuan yang menempatkan dirinya tunduk kepda otoritas suami.  Ketika hawa (istri) sekali diberi kebijakan untuk memutuskan sesuatu, semua manusia menjadi berdosa karena adam menyetujui perbuatan istrinya. Dalam cerita ini, Hawa menggunakan kebebasannya untuk mengikuti saran iblis. Banyak wanita modern yang hebat dalam mengambil keputusan yang tepat dan akurat, contohnya Sri Mulyani, Menkeu kita, ratu Elizabeth dr Inggris, Susi Susanti, mantan menteri, yang tegasnya tidak kalah dibandingkan pemimpin laki-laki. 

Emansipasi kedudukan wanita

Pengajaran Paulus tentang kedudukan perempuan dalam jemaat telah menimbulkan perdebatan yang serius dan menjadikan gereja terpecah belah dalam masalah ini.(Marulak Pasaribu, 2018) Pada dasarnya, memang beberapa wanita itu sudah berbakat jadi pemimpin, entah itu didukung atau tidak didukung. Sejak semua Tuhan membuat pria dan wanita sama, bukan saja derajat, tetapi juga dalam kepemimpinan. Dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sampai masa kini, tugas dan kemamapuan Tuhan berikan kepada semua manusia baik pria dan wanita. Hanya mau mengembangkan, melengkapi dan expose. gerakan feminisme dalam kekristenan memang telah menumbuhkan kesadaran baru terhadap penghargaaan yang lebih baik terhadap perempuan, secara khusus dalam    kesetaraan    laki-laki    dan    perempuan.    Namun,    gerakan    ini mengabaikan   perbedaan   laki-laki   dan   perempuan   yang   adalah   sebuah realitas. Pendekatan  yang  digunakan  para  penganut  Feminisme  Kristen  ini membawa    pengaruh    yang    besar    terhadap    pengertian    subordinasi. Pengertian  subordinasi  yang  menempatkan  perempuan  lebih  rendah  dan menjadi kaum yang tertindas, membuat kaum pembela hak perempuan dan egalitarian   melihat   Alkitab   secara   berbeda,   khususnya   di   dalam   isu kesetaraan  relasi  laki-laki dan  perempuan.  Sebagai  gambar  dan  rupa Allah, laki-laki    dan    perempuan    setara    sebelum    kejatuhan.   

Namun    setelah kejatuhan—di dalam pengertian penganut feminisme—perempuan  menjadi lebih  rendah,  ketundukan  kepada  laki-laki  dianggap  kutukan  sehingga menolak   semua   bentuk   dominasi   termasuk   kekuasaan   Allah.   Hal   ini membuat   kaum   pembela   hak   perempuan   menempatkan   laki-laki   dan perempuan    sebagai    pihak    yang    beroposisi    dan    juga    menempatkan perempuan beroposisi dengan Allah, Sang Pencipta. Pengertian subordinasi yang  tidak  tepat  ini  mempengaruhi  seluruh  pandangan  kaum  pembela  hak perempuan   tentang   konsep   keselamatan,   posisi   perempuan   di   dalam pernikahan  dan  juga  pelayanan  gereja.  Mereka  menolak  semua  bentuk ketundukan terhadap laki-laki. Di   dalam   pelayanan   gereja,   kaum feminist berargumen   bahwa   larangan   perempuan   mengajar   dan   memimpin   itu karena  konteks  yang  terjadi  pada  saat  penulisanAlkitab  terjadi,  dan  bukan merupakan  perintah  yang  universal  karena  perempuan  juga  harus  diberi kesempatan  yang  sama  dengan  laki-laki  dalam  mengembangkan  karunia yang  Tuhan  berikan  kepadanya. Perempuan ditempatkan di bawah kepemimpinan laki-laki dengan maksud untuk dikasihi, dilindungi dan diperhatikan kesejahteraannya bahkan suami harus   rela   berkorban   untuk   istrinya   sama   seperti   Kristus   yang   rela berkorban untuk menyelamatkan gereja-Nya(Lina Gunawan, 2016)

Paulus tidak tahu adanya emansipasi wanita, dan bahkan tidak semua yang ada di zamannya sendiri Paulus tahu. Paulus yang paling tahu apa yang ditulisnya, maksud dan tujuannya. Kita hanya menafsir apa yang dimaksud dengan tulisan Paulus. Permasalahannya terletak pada persepsi menempatkan alkitab dalam zaman ke zaman,  Bahwa isi Alkitab itu tidak sesuai lagi dengan zaman ini bahwa istri harus tunduk kepada suami, maka ditambahkan dengan tafsiran sebagai dasar untuk membenarkan. Perbedaan tafsiran karena menggunakan prinsip bahwa seorang penafsir harus memahami teks lebih daripada penulisnya sendiri. Setiap orang memiliki cara menafsir sendiri. Perbedaan cara menafsir merupakan kekayaan hermeneutika. Yang penting memiliki dasar atau dalil yang kuat.  Dalam diskursus tulisan Paulus terkait peran suami dan istri, terletak pada mutualismenya (suami istri saling membutuhkan dan memberi) Intinya bahwa suami dan istri dalam ikatan keluarga inti dapat menghasilkan apa yang bisa kita kerjakan dan jangan menganggap apa yang bisa kita lakukan itu lebih unggul daripada yang bisa dilakukan oleh pasangan kita.

Analogi Frasa “Ketundukan”

Kasih Kristus kepada jemaat dikemukakan sebagai teladan untuk hal ini, di mana kasih-Nya merupakan kasih sayang yang tulus, murni, bergairah, dan tetap, walaupun adakalanya jemaat bersalah karena ketidaksempurnaan dan kegagalan mereka. Kebesaran kasih-Nya terhadap jemaat tampak ketika Ia memberikan diri-Nya sampai mati. Efesus  5:22-33 merupakan bentuk aturan  kerumah-tanggaan   yang  lazim  ada   dalam   masyarakat Helenis  yang  diadopsi  oleh  Paulus dan hal itu sesuai  dengan  kebutuhan  jemaat. Prinsip  Paulus  yang  berbeda  dengan  aturan  kerumah-tanggaanHelenis, diperlihatkan  melalui permainan  kata  tunduklah  (Yun.: hupotasseste)  dankasihilah (Yun.: agapathe). Paulus menguraikan makna mengasihi secara  luas  dan  dalam.  Inilah  hubungan  timbal  balik  yang  khas  Paulus. Bukan  hanya  istri  saja  yang  tunduk,  menyerahkan  diri  kepada  suami, sebaliknya   suami   menyerahkan   diri   sebagai   ungkapan   kasihnya.Ketundukan  satu  sama  lain sebagaimana     ketundukan     Jemaat     kepada     Kristus     yang     telah menyerahkan diri bagi jemaat. Keduanya  berada  pada  prinsip  saling  melayani,  saling menghormati  dan  saling  menjaga  kekudusan  hidup(Firman Panjaitan, 2021b)

Perhatikan baik-baik, sebagaimana ketundukan kasih jemaat kepada Kristus dikemukakan sebagai hal yang patut dicontoh oleh para istri, begitu jugalah kasih Kristus kepada jemaat dikemukakan sebagai teladan bagi para suami. Kata “tunduk” berasal dari bahasa Yunani upotasso (hupotasso) berasal dari dua kata yaitu: dari kata uvpo artinya di bawah dan dari kata ‘tassw’ artinya ‘to  place  in  proper order’  yang  diterjemahkan  menundukkan  diri  sendiri  di  bawah.  Dalam  teks  ini  Paulus menggunakan kata ‘upotassesqe dalam bentuk kata kerja present imperative,middle, orang kedua jamak. Artinya isteri diperintahkan untuk memberi diri ditundukkan (pasif) oleh otoritas suami.(Paulus Kunto Baskoro, 2021)Sementara contoh-contoh tersebut diberikan kepada suami dan istri, dan begitu banyak yang dituntut dari masing-masing pihak, tidak ada alasan untuk mengeluhkan keputusan ilahi itu. Kasih yang dituntut Allah dari pihak suami untuk kepentingan istrinya, akan mendatangkan ketundukan yang Ia tuntut dari sang istri kepada suaminya.

Ketundukan dari sang istri akan mendatangkan balasan yang berlimpah dari kasih sang suami yang ditetapkan Allah sebagai hak sang istri. Setelah Rasul Paulus menyebutkan kasih Kristus kepada jemaat dan membicarakannya secara panjang lebar, ia memberikan alasan mengapa Kristus menyerahkan diri-Nya bagi jemaat, yaitu supaya Ia dapat menguduskannya di dalam dunia ini, dan mempermuliakannya kelak di dalam sorga: Untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman (ay. 26), yaitu supaya Ia dapat memberkati seluruh umat-Nya dengan dasar kekudusan serta melepaskan mereka dari kesalahan, pencemaran, dan kekuasaan dosa. Alat-alat pembantu yang terpengaruh dengan hal itu adalah sakramen-sakramen yang dilembagakan, khususnya permandian melalui baptisan dan pemberitaan serta penerimaan Injil. Supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya. Orang Kristen dalam kehidupan   pernikahannya harus   mampu   melihat   bahwa   kenyataan tentang   adanya   kehidupan   suami   isteri, pembagian tugas suami isteri.

Permsalahan suami  isteri dan lain-lain menjadi  wadah yang subur untuk menumbuhkan kerohanian   yang   sehat,   membumi   dan realistis.(Alon Mandimpu Nainggolan;Tirai Niscaya Harefa, 2020) Orang Kristen dalam   kehidupan   pernikahannya harus   mampu   melihat   bahwa   kenyataan tentang   adanya   kehidupan   suami   isteri, pembagian tugas suami isteri,permsalahan suami  isteri,dan lain-lain menjadi  wadah yang subur untuk menumbuhkan kerohanian   yang   sehat,   membumi   dan realistis.(Alon Mandimpu Nainggolan;Tirai Niscaya Harefa, 2020)  Eksegese kata tunduk sebenarnya artinya apa? Dan kenapa Paulus menulisnya serta apa latar belakangnya? Kenapa Paulus tidak memakai kata menghargai tetapi mensejajarkan soal tunduk pada suami dengan kata hormat. Efesus 5:32 Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat. Kunci pembicaraan ada di ayat ini adalah sebagai gambaran. Mengapa istri harus menundukkan diri dengan lebih riang gembira kepada suaminya. Begitulah yang dikatakan berikutnya, Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus dengan penuh sukacita, dengan kesetiaan, dan dengan kerendahan hati, demikian jugalah istri tunduk kepada suami dalam segala sesuatu, dalam segala sesuatu sejauh jangkauan batas kekuasaan mereka yang pantas, dalam segala sesuatu yang diperbolehkan dan sesuai dengan kewajiban kepada Allah. Itu sebabnya mengapa ia menjadi kepala, sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Terdapat kemiripan dari kekuasaan Kristus atas jemaat dalam hal keunggulan dengan kepemimpinan yang telah ditetapkan Allah bagi suami. Rasul Paulus menambahkan bahwa, Dialah yang menyelamatkan tubuh. Kekuasaan Kristus digunakan atas jemaat untuk menyelamatkannya dari yang jahat, dan untuk memenuhinya dengan semua yang baik.

Sama dengan itu, suami harus menjadi tempat perlindungan dan penghiburan bagi pasangannya. Paulus menyinggung kecermatan luar biasa pada orang-orang Yahudi dalam hal pembasuhan untuk pentahiran. Mereka begitu berhati-hati hingga menjaga agar kerut pun jangan sampai menghalangi tubuh dari air, dan supaya tidak ada cacat dan kotoran yang tidak terbasuh seluruhnya. Sebagian orang lain berpendapat bahwa Rasul Paulus menyinggung tentang sepotong jubah yang baru diterima dari seorang tukang binatu. Jubah itu dibersihkan dari segala cacat, diregangkan dari segala kerut. Yang pertama adalah cacat karena baru berkerut, dan yang berikutnya keriput karena rentang waktu yang panjang dan kebiasaan. Supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya, supaya Ia dapat mempersatukan jemaat dengan diri-Nya secara sempurna pada hari yang mulia itu, sebuah jemaat yang cemerlang, sempurna dalam pengetahuan dan kekudusan, tanpa cacat atau kerut, atau yang serupa dengan itu, tanpa ada kelainan bentuk atau pencemaran yang tertinggal, tetapi seluruhnya indah dan menyenangkan di pemandangan-Nya, kudus dan tidak bercela, bebas dari sisa-sisa dosa sekecil apa pun. Jemaat pada umumnya dan orang-orang percaya pada khususnya, tidak akan tanpa cacat atau kerut sampai mereka tiba pada kemuliaan.

Suami harus mengasihi istrinya sama seperti tubuhnya sendiri, dan seterusnya. Istri menjadi satu dengan suaminya (bukan secara daging, tetapi secara hukum dan dalam hubungan), inilah alasan mengapa suami harus mengasihi istrinya di dalam kasih sayang yang sebaik dan sehangat mungkin, sebagaimana ia mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri. Pasti ia aan mengasuh dan merawat. Sama seperti Kristus terhadap jemaat, artinya, sama seperti Tuhan mengasuh dan merawat jemaat-Nya, di mana Ia melengkapinya dengan semua hal yang Ia pandang berguna atau baik baginya, dengan segala sesuatu yang penting bagi kebahagiaan dan kesejahteraan kekalnya.

Rasul Paulus menambahkan, karena kita adalah anggota tubuh-Nya, dari daging dan tulang-Nya. Analogi Kristus mengasuh dan merawat jemaat-Nya, yaitu karena semua yang ada di dalam jemaat adalah anggota dari tubuh-Nya, yakni anggota dari tubuh rohani-Nya. Rasul Paulus menunjuk analogi Hawa diberikan kepada Adam sebagai penolong yang sepadan (Kej. 2:24). Intinya bahwa hubungan ini lebih diutamakan kepada persatuan yang lebih akrab antara laki-laki dan perempuan sehingga keduanya itu menjadi satu berdasarkan ikatan perkawinan. Menurut Paulus, secara harfiah mengenai sebuah perkawinan, namun juga mengandung arti rohani yang tersembunyi, yaitu berkaitan dengan persatuan antara Kristus dan jemaat-Nya. Kehidupan   yang   diwarnai   dengan   sistem   patriarkhi      memunculkan      sebuah      pola      hubungan   ketundukan   antara   pria   dengan   perempuan.  Perempuan  harus  tunduk  kepada  pria,  karena  sistem  patriarkhi  mengandaikan  adanya  pihak  lemah  (perempuan)  yang  harus  berhadapan langsung dengan pihak yang kuat (pria).(Firman Panjaitan, 2021a)

Para suami sering memperlakukan isteri dengan sesuka hati mereka, memukul, mencaci maki dan tidak menghargai serta mengasihi isteri. Demikian pula sebaliknya para isteri yang kepribadiannya lebih dominan dan memiliki penghasilan lebih sering kurang menghargai suami mereka dan menjadi pembuat otoritas di dalam rumah. Hal ini tentu bertentangan dengan kehendak Allah, dimana suami harus mengasihi isteri dan sebaliknya isteri harus tunduk kepada suami.(Pardomuan Marbun, 2020) Paulus menggunakan diatesis medial untuk tunduk atau takluk secara sukarela dan ini berarti dalam suatu cara mengasihi, penuh perhatian, memberi diri terhadap satu dengan yang lain(Pardomuan Marbun, 2020) Paulus menutup dengan ringkasan pendek mengenai kewajiban suami dan istri dalam ayat 33 yaitu “kasihilah istrimu seperti dirimu sendiri, dengan kasih sayang yang tulus, istimewa, luar biasa, dan kukuh, seperti yang kamu perbuat bagi dirimu sendiri. Dan istri hendaklah menghormati suaminya.” Menghormati mengandung rasa kasih dan rasa hormat, yang menghasilkan keinginan untuk menyenangkan dan juga rasa takut, yang membangkitkan sebuah peringatan supaya jangan sampai menyakiti hati. Bahwa istri menghormati suaminya merupakan kehendak Allah dan hukum dari hubungan suami dan istri. 

Dalam kondisi "normal" perintah bagi istri untuk tunduk merupakan hal yang lumrah. Namun yang menjadi persoalan etis jika istri mengalami KDRT, masihkah harus tunduk? KDRT bukan hanya secara fisik saja tetapi perlakuan pelarangan misalnya istri dilarang untuk bekerja. Saat ini, banyak istri yang mumpuni dalam dunia kerja tapi tidak diizinkan suaminya. KDRT tidak selalu dilakukan laki-laki. Bisa sebaliknya. Akhirnya bercerai atau pisah sementara dan melewati pastoral yang panjang. Dalam kasus KDRT dapat berujung epada perbuatan pidana dan akhirnya bisa dipenjarakan bagi pelaku.Dalam konteks pastoral, pemimpin jemaat atau pendeta sering menghadapi suami-istri yang ribut karena suami ngotot melarang istri kerja, sebaliknya istri ngotot ingin bekerja. Tidak sedikit konflik berujung pada perceraian.

 

Pendekatan retoris atau historis.

Dalam teks Efesus 5:22 kemungkinan Paulus menulis pada zaman dimana belum ada emansipasi wanita seperti zaman kita sekarang, Namun kita sepakat bahwa Firman Tuhan masih relevan sampai sekarang ini. Tunduk dan mengasihi memiliki dampak yang sangat kuat untuk menentukan keutuhan rumah tangga Kristen. Dengan kata lain, rumah tangga Kristen tanpa ketundukan dan kasih sejati, maka rumah tangga itu akan mengalami kehancuran. Oleh karena itu, setiap istri harus tunduk kepada suaminya dan setiap suami harus mengasihi istrinya demi mewujudkan keutuhan rumah tangganya(Sumaeli Gea, 2019) Menurut Paulus terkait istri yang harus tunduk sebaiknya dijabarkan dengan bahasa yang operatif pada zaman ini. Paulus menulis ayat ini sebagai contoh keputusan dalam rumah tangga bahwa posisi suami memegang peranan yang besar, bahkan final dari keputusan itu ada di pada suami.  Jika hanya mengandalkan tafsiran secara tekstual akan terkesan memaksakan teks meskipun beda situasi atau sebaliknya. Tidak semua kasus kasus dapat  dipaksa dari teks-teks Alkitab.

Kecenderungan pentakostaisme

Pada zaman milenium ini, kalangan pentakosta berpikiran terbuka sesuai zamannya. Zaman dulu memang dlm masyarakat sendiri yang seperti itu dinilai negatif. Tetapi searang ketika zaman sudah berubah, pemahaman di kalangan pentakosta terhadap masalah dogmatis juga berubah. Zaman dulu tidak menjadi masalah.  Yang menjadi masalah jika diterapkan di zaman sekarang. Sekarang ini sebagian golongan pentakosta tidak mempermasalahkan perempuan berdandan. Tetapi pada zaman Paulus melarang karena para pelacur berdandan sehingga akan sulit membedakan supaya jangan disangka pelacur. Ayat itu tak berlaku universal karena ada konteks tertentu. Kalau pendeta pentakosta zaman dulu biasanya menilai negatif perempuan yang berdandan, memakai lipstik, bulu mata, alis dicukur, rambut dipotong pendek, rambut diwarnai.  

Biasanya dasar yang dipakai adalah 1 Tim. 2:9-10. Tapi sekarang nampaknya pemahaman tersebut sudah tidak dijalankan lagi, Perempuan memang dihegemoni oleh laki-laki. Ukuran cantik yang dikejar perempuan saat ini sebenarnya ukuran cantik versi pria, maklum konsep pantekosta menganut aliran keaslian dan kemurnian. Bisa tidaknya tidak lepas dari dari sudut  deontologi atau Teleologi yang berorientasi kepada tujuan. Ekspektasi Paulus, seorang penilik jemaat adalah seorang laki-laki dan bukan perempuan. Namun, perempuan dapat berperan dalam pelayanan diaken. Perempuan juga dapat mendidik perempuan lain yang lebih muda. Berkaitan dengan istri, Paulus menekankan akan ketundukan istri terhadap suami. Bukan bentuk diskriminasi terhadap kaum perempuan. Ini penekanan Paulus bagi istri; istri tunduk kepada suami sebagai wujud perempuan yang takut akan Tuhan. Istri sadar bahwa suami adalah “sumber keberadaan” mereka(Randy Frank Rouw, 2019)

Ketajaman memandang pernikahan sebagai kekuasaan atas pasangannya akan mendapatkan peran yang lebih dibanding peranan mereka sebelumnya. Aktualisasi pasangan yang lebih superior ditunjukkan biasanya oleh laki-laki untuk mendapatkan kuasa. Secara seksualitas Laki-laki dan perempuan memang berbeda tetapi perbedaan itu tidak bisa menjadi dasar untuk membedakan pekerjaan pelayanan Kristen termasuk dalam kepemimpinan dalam jemaat. Peraturan mana yang boleh dan tidak boleh untuk laki-laki dan perempuan adalah bias gender dan bias gender adalah ciptaan sosial oleh budaya manusia yang telah jatuh dalam dosa. Karya penebusan Kristus harus mampu mengubah sikap pandang Kristen termasuk Kesetaraan dalam kepemimpinan rohani atau gereja. Gereja semestinya harus menjadi perintis yang mengangkat martabat perempuan dan tidak ada dasar untuk menolak penahbisan perempuan menjadi pemimpin atau pendeta jemaat.(Marulak Pasaribu, 2018)

Dalam ayat-ayat ini, Petrus menasihati para istri agar tunduk kepada suami. Perintah Petrus bagi para istri untuk tunduk kepada suami bukan tanpa alasan. 46 Perlu dipahami bahwa Petrus tidak sedang merendahkan para istri. Petrus justru realistis dengan mengenali budaya yang ada dengan mengadaptasi “kode etik rumah tangga Helenistik”(Kristianto, 2021) Tuhan menciptakan manusia pertama berpasangan, pria dan wanita. Keduanya diikat dalam lembaga pernikahan, menjadi satu keluarga. Keduanya disebut sebagai gambar Allah dan kesetaraan antara pria dan wanita adalah kesetaraan dalam keberbedaan. Wanita diciptakan dari tulang rusuk pria dan berbeda dengan pria. Kesepadanan antara pria dan wanita dimaksudkan Allah agar mareka sama-sama dalam kebersamaan dapat melaksanakan rencana Alllah dalam membentuk rumah tangga dengan dasar ketaatan/ketundukan dan kasih.(Seri Antonius, 2020) Dalam menjalankan kehidupan pernikahan unsur “Tunduk dan Kasih” merupakan dasar yang harus senantiasa menjadi pegangan suami istri.

Tunduk dan Kasih merupakan gambaran Kristus dengan jemaat-Nya. Karena Kasih Yesus, Dia rela mengorbankan nyawa-Nya mati di salibkan untuk keselamatn jemaat-Nya(Seri Antonius, 2020) Paulus secara eksplisit membela kaum perempuan. Banyak perempuan memiliki kedudukan kepemimpinan yang menonjol (Febe, Lydia, Euodia, Sintikhe, Priskila, Yunias), ditunjuk sebagai diaken (Rm. 16:1), teman sekerja (Rm. 16:3), kawan sekerja dalam Injil. Namun di dalam tulisan-tulisan yang lain: 1 Timotius 2:11-15 dan 1 Korintus 14:33b-36, Paulus menyatakan pandangan yang kontradiktif atau bertentangan, hal mana ia dengan tegas membedakan laki-laki dengan perempuan, Paulus mengingatkan perempuan di jemaat Efesus agar menjaga diri dan pengajaran yang baik sehingga terhindar dari perselisihan dan kekacauan dalam jemaat.(Agus Surya, 2020) Kristus sebagai kepala dan jemaat sebagai tubuh dapat dimaknai wanita harus menempatkan para suami sebagai pemimpin dalam menata dan mengambil kebijakan yang berkaitan dalam  kehidupan  berkeluarga.  Hal  ini  hendak menunjukkan  kata  penundukan  itu  sebagai pengambil kebijakan yang bertumpu pada suami dan didiskusikan secara bersama-sama.(Paulus Kunto Baskoro, 2021)

KESIMPULAN

Kedudukan perempuan dalam Alkitab sangat jelas bahwa Allah tidak membedakan manusia antara laki-laki dan perempuan, keduanya diciptakan oleh Allah dalam keadaan sama derajat, sejajar, dan sama nilai di hadapan Allah. Tidak ada yang lebih penting dan kurang penting. Munculnya isu kesataraan gender diera postmodern menjadi “hot isu” sebagai implikasi dari perkembangan peradaban manusia. Upaya memposisikan perempuan sebagai makhluk inferior yang dituntut untuk selalu taat kepada suami mengalami perubahan makna.  Secara teologis ketundukan istri pada suami merupakan bagian dari spiritualitas kristen. Di era postmodern ini peran wanita dalam masyarakat sangat relevan. Tetapi tunduk harus dibarengi dengan saling mengasihi yang diimplementasikan secara bersama-sama.

Penulis: Dr. Fotinus Gulo, M.Th (Dosen Tetap STT Bethesda Bekasi)



Tinggalkan Komentar