Logo
images

Ketua DPP Forum Komunikasi Santri Indonesia (FOKSI) Muhammad Natsir Sahib, SH

Soal Big Data Pemilu Terus Berlanjut, M. Natsir Sahib Ketua DPP FOKSI Mempertanyakan Sikap Dewan Pers

PELANGIINDONESIA.ID, JAKARTA - Sikap Ketua DPP Forum Komunikasi Santri Indonesia (FOKSI) Muhammad Natsir Sahib terkait pemberitaan Detik.com dan CNNIndonesia.com masih terus berlanjut. Bertempat di Warung Sadjoe Saharjo Tebet Jakarta Selatan, Sahib, Selasa (19/07) gelar nonton bareng  (Nobar) podcast Deddy Corbuzier bersama Menko Invest Maritim dan Kelautan Luhut Binsar Panjaitan yang tayang 11 Maret 2022  berjudul Jokowi 3 Periode!? Gimana komen kalian?. Hadir sebagai narasumber akademisi ilmu politik dari Universitas Kristen Indonesia Fransiscus  X Gian Tue Mail.

 

Akademisi ilmu politik dari Universitas Kristen Indonesia Fransiscus X Gian Tue Mail bersama Ketua DPP FOKSI M. Natsir  Sahib, SH

Ditegaskan Natsir acara Nobar digelar untuk memberi  pembelajaran masyarakat supaya cerdas dalam membaca berita. Bahkan termasuk media yang menulis berita bersumber dari medsos semisal podcast di platform YouTube.

“Hari ini kami melakukan nonton bareng dan mengundang ahli dari akademisi untuk membuktikan apakah benar bahwa Pak Luhut itu menyampaikan 110 juta big data ingin menunda pemilu atau tidak! Nyatanya kan, sudah di dengar sendiri dari pendapat ahli. Bahkan kita juga bisa mengundang beberapa pendapat ahli Bahasa nantinya. Dan kita akan terus dan siap mempertangungjawabkan ini.” tutur M. Natsir kepada awak media usai nonton bareng.

“Tidak bisa itu menyimpulkan tanpa konfirmasi dan klarifikasi dari narasumber yang dikutip untuk jadi bahan berita. Maka kami melakukan nonton bareng ini mengundang para wartawan semua untuk membuktikan ada gak? wartawan bisa menilai ada gak? Kita mengundang ahli disini, ternyata tidak!,” tutur M. Natsir lagi.

Ia juga mengungkapkan bahwa hingga kini masih berjuang untuk meminta kejelasan putusan dari Dewan Pers soal aduannya terhadap pemberitaan detik.com dan cnn.com.

Seperti yang pernah diberitakan sebelumnya soal kalimat Big Data dari Luhut Panjaitan di podcast Dedy Corbuzier ramai diberitakan termasuk kedua media yang dilaporkan Natsir ke Dewan Pers.

"Saya sayangkan ungkapan Big Data oleh kedua media ini dikaitkan dengan penundaan pemilu yang terkesan disampaikan oleh Pak Luhut, padahal tidak demikian yang diungkap dalam percakapan di podcast,” beber Natsir.

Upaya Natsir mengadukan kedua media ini ke dewan pers di layangkan pada tanggal 28 April 2022, dijawab dewan pers tanggal 27 Mei yang isinya ada kesalahan pada pemberitaan kedua media tersebut. Namun pada 28 Mei 2022 datang surat lagi yang tertanggal 27 Mei 2022 meralat keputusan yang dikirimkan pada 27 Mei 2022. Yang isinya ada kesalahan dalam keputusan yang disampaikan. Berselang 4 hari tepatnya 31 Mei 2022 datang surat lagi dari dewan pers yang bunyinya menyatakan bahwa tidak ada kesalahan dalam pemberitaan. Menyikapi jawaban Dewan Pers, Natsir terus sampaikan keberatan atas keputusan tersebut melalui email namun tak kunjung di respon.

"Saya sebagai anggota masyarakat berhak menanyakan kebenaran dari sebuah pemberitaan,  dan hak ini juga di atur dalam UU Pers terkait peran masyarakat terhadap Pers," cetus  Natsir.

Sementara menurut Fransiskus, analisis Big data tidak menghasilkan satu kesimpulan melainkan rekomendasi-rekomendasi yang menjadi alternatif kebijakan.

"Tidak mudah menganalisis Big Data apalagi berisi percakapan di media sosial yang jumlah 110 juta akun" ungkapnya.

Menurut Akademisi Politik UKI ini meski sudah ada beberapa Universitas yang membuka program studi analisis Big data, tapi tetap perlu kapasitas nalar kritis yang besar untuk memahami big data bila dikaitkan dengan sistem politik. Dalam tampilan video ini memberikan kepada kita gambaran bahwa yang disampaikan pak Luhut dalam acara Dedy Corbuser tidak melulu mengenai permasalahan big data. Big data yang disampaikan hanya poin satu sampai menit keempat. Penyampaian big data yang disampaikan pak Luhut bukan semata-mata mengenai 110 juta menunda pemilu.

Melihat dampak pemberitaan terkait big data dari Detik dan CNN, M. Natsir mempertanyakan ketegasan Dewan Pers. Menurutnya Dewan Pers dapat menjalankan peran untuk mediasi dan ajudikasi sehingga tidak muncul pernyataan negative masyarakat.

“Harapan saya, kalau Dewan Pers masih seperti ini, Saya rasa 100 persenlah kedepan akan semakin suram dunia pers kita. Banyak orang yang menggantungkan nasib di dunia pers. Kalau seandainya dewan pers hanya melakukan ini dan tidak melakukan tindakan tegas, maka kepada siapa lagi kita kan mengadu? Ketegasan dewan pers itu yang kita pertanyakan tidak terjadi,” terang M. Natsir, Ketua DPP FOKSI ini.

“Dewan pers, tolong dong mediasi kami. Mereka kan punya mekanisme mediasi dan ajudikasi, kenapa tidak dilakukan yang “seolah-olah” masyarakat muncul pernyataan apakah ada main mata, ataukah ada apa? Kredibilitas Dewan Pers dipertanyakan. Kalau saya rasa seperti ini tidak bisa, yah kita minta undur saja Pak Azyumardi Azra beserta kawan-kawan yang menjabat,” terang M. Natsir lagi.

Lebih jauh, M. Natsir menyatakan bahwa bila tidak ditanggapi, ia akan melakukan aksi dan melaporkan kepada ombudsman. “Saya sudah WA Pak Sumardi Azhra, saya sudah sampaikan ini, tidak ada tanggapan. Bagaimana Dewan Pers tidak bisa mendengar rakyat, padahal suara-suara rakyat itu hadir melalui pers-pers kita. Maka itu saja ketegasan saya, kalau ini tidak ditanggapi terus-menerus, kami akan melakukan aksi dan melaporkan kepada ombudsman mengenai dugaan malapraktek administrasi,” tegas Natsir.



Tinggalkan Komentar